Laporan Konservasi Daerah Aliran Sungai Bompon



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang di dominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat di pisahkan. Dengan demikian pengertian hutan adalah pengertian fisik artinya pada suatu hamparan tidak terdapat pepohonan, maka hamparan tersebut tidak bisa dikatakan sebagai hutan.
Konservasi tanah berhubungan erat dengan konservasi air. Setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan memengaruhi tata air, dan usaha untuk mengkonservasi tanah juga merupakan konservasi air. Salah satu tujuan konservasi tanah adalah meminimalkan erosi pada lahan, laju erosi yang lebih besar dari erosi yang dapat ditoleransikan merupakan masalah yang bila tidak ditanggulangi akan menjebak kembali petani dalam siklus yang saling memiskinkan. Tindakan konservasi tanah merupakan cara untuk melestarikan lingkungan.
Usaha konservasi tanah bertujuan mencegah kerusakan lahan, memperbaiki tanah yang rusak, dan menjaga kelestarian kesuburan tanah. Prinsip konservasi tanah adalah merancang pendayagunaan tanah untuk kebutuhan jangka pendek, serta melindungi tanah agar dapat didayagunakan dalam jangka waktu yang lama. Kegiatan konservasi dibedakan atas dua cara yaitu cara vegetatif dan cara mekanik. Konservasi cara cara vegetatif  meliputi penanaman lahan dengan vegetasi atau tanaman dan penggunaan sisa-sisa tanaman sebagai mulsa, sedangkan konservasi secara mekanik adalah melakukan perubahan bentuk pada permukaan tanah untuk memperlambat aliran permukaan pada tingkat yang aman dan menampung serta menyalurkan aliran permukaan pada tingkat yang aman.
Oleh karena itu, praktek kuliah lapangan ini dianggap penting untuk mengetahui cara melakukan teknik konservasi tanah dan air pada suatu kawasan hutan dengan memperhatikan keadaan lingkungan sekitar.

1.2  Rumusan Masalah
      Bagaimana kondisi konservasi lahan di daerah aliran sungai bompon ?
1.3  Tujuan
Untuk mengetahui kondisi konservasi lahan di daerah aliran sungai bompon.



























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konservasi Tanah
  Konservasi tanah berhubungan erat dengan konservasi air. Setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan memengaruhi tata air, dan usaha untuk mengkonservasi tanah juga merupakan konservasi air. Salah satu tujuan konservasi tanah adalah meminimalkan erosi pada lahan, laju erosi yang lebih besar dari erosi yang dapat ditoleransikan merupakan masalah yang bila tidak ditanggulangi akan menjebak kembali petani dalam siklus yang saling memiskinkan. Tindakan konservasi tanah merupakan cara untuk melestarikan SDA (Purwanto, 2007).
Usaha konservasi tanah bertujuan mencegah kerusakan lahan, memperbaiki tanah yang rusak, dan menjaga kelestarian kesuburan tanah. Prinsip konservasi tanah adalah merancang pendayagunaan tanah untuk kebutuhan jangka pendek, serta melindungi tanah agar dapat didayagunakan dalam jangka waktu yang lama. Kegiatan konservasi dibedakan atas dua cara yaitu cara vegetatif dan cara mekanik. Konservasi cara cara vegetatif  meliputi penanaman lahan dengan vegetasi atau tanaman dan penggunaan sisa-sisa tanaman sebagai mulsa, sedangkan konservasi secara mekanik adalah melakukan perubahan bentuk pada permukaan tanah untuk memperlambat aliran permukaan pada tingkat yang aman dan menampung serta menyalurkan aliran permukaan pada tingkat yang aman (Rukmana, 1999).
Konservasi tanah diartikan sebagai usaha untuk memelihara, merehabilitasi dan meningkatkan kapasitas penggunahan lahan sesuai dengan klasifikasi penggunahan lahan sesuai dengan klasifikasi penggunahan lahan. Oleh karna itu, tujuan praktek konservasi tanah yaitu untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi dampak negatif dari pengelolahan lahan terutama pengelolaan tanah, serta erosi dan sedimentasi. Pada prinsipnya terdapat tiga metode konservasi tanah yakni vegetatif, fisika mekanik dan kimia. Metode fisik mekanik lebih dikenal dengan sebutan metode sipil teknis (Nawir et al., 2008).
Kegiatan konservasi tanah sangat diperlukan, pada pertanaman dengan tajuk yang rapat dan tumbuhan penutup tanah, erosi yang terjadi relatif kecil karena pukulan curah hujan tertahan oleh tajuk tanaman tumbuhan penutup tanah, erosi yang terjadi relatif kecil. Disamping itu dengan penutupan lahan secara rapat akan menyebabkan kapasitas infiltrasi tanah relatif besar oleh suplai bahan organik yang berasal dari serasa tanaman. Dekomposisi tanaman yang telah mati, seperti perakaran yang telah mati dan terdekomposisi akan meninggalkan saluran-saluran air kedalam tanah sehingga meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah (Wahyudi et al., 2008).
Konservasi tanah yang baik dengan kata lain dapat  mempertahankan kesuburan tanah yang menghasilkan produktivitas pertanian yang baik. Banyak tanaman juga menggunakan air jauh lebih banyak dibandingkan dengan vegetasi alamiah yang pernah tumbuh pada tanah tersebut. Pemupukan dengan hati-hati, irigasi yang bijaksana dan pencegahan erosi merupakan tiga tujuan paling penting dalam konservasi tanah (Arsyad dan Rustiadi, 2008). Teknik konservasi tanah di Indonesia diarahkan pada tiga prinsip utama yaitu perlindungan permukaan tanah terhadap pukulan butirbutir hujan, meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah seperti pemberian bahan organik atau dengan cara meningkatkan penyimpanan air, dan mengurangi laju aliran permukaan sehingga menghambat material tanah dan hara terhanyut (Agus et al., 1999).
Manusia mempunyai keterbatasan dalam mengendalikan erosi sehingga perlu ditetapkan kriteria tertentu yang diperlukan dalam tindakan konservasi tanah. Salah satu pertimbangan yang harus disertakan dalam merancang teknik konservasi tanah adalah nilai batas erosi yang masih dapat diabaikan (tolerable soil loss).
Jika besarnya erosi pada tanah dengan sifat-sifat tersebut lebih besar daripada angka erosi yang masih dapat diabaikan, maka tindakan konservasi sangat diperlukan. Ketiga teknik konservasi tanah secara vegetatif, mekanis dan kimia pada prinsipnya memiliki tujuan yang sama yaitu mengendalikan laju erosi, namun efektifitas, persyaratan dan kelayakan untuk diterapkan sangat berbeda. Oleh karena itu pemilihan teknik konservasi yang tepat sangat diperlukan.
1.         Metode Vegetatif
Teknik konservasi tanah secara vegetatif adalah setiap pemanfaatan tanaman/vegetasi maupun sisa-sisa tanaman sebagai media pelindung tanah dari erosi, penghambat laju aliran permukaan, peningkatan kandungan lengas tanah, serta perbaikan sifat-sifat tanah, baik sifat fisik, kimia maupun biologi.
Tanaman ataupun sisa-sisa tanaman berfungsi sebagai pelindung tanah terhadap daya pukulan butir air hujan maupun terhadap daya angkut air aliran permukaan (runoff), serta meningkatkan peresapan air ke dalam tanah.
Teknik konservasi tanah secara vegetatif yang akan diuraikan dalam makalah ini adalah: penghutanan kembali (reforestation), wanatani (agroforestry) termasuk didalamnya adalah pertanaman lorong (alley cropping), pertanaman menurut strip (strip cropping), strip rumput (grass strip), barisan sisa tanaman, tanaman penutup tanah (cover crop), penerapan pola tanam termasuk di dalamnya adalah pergiliran tanaman (crop rotation), tumpang sari (intercropping), dan tumpang gilir (relay cropping).
Dalam penerapannya, petani biasanya memodifikasi sendiri teknik-teknik tersebut sesuai dengan keinginan dan lingkungan agroekosistemnya sehingga teknik konservasi ini akan terus berkembang di lapangan. Keuntungan yang didapat dari system vegetatif ini adalah kemudahan dalam penerapannya, membantu melestarikan lingkungan, mencegah erosi dan menahan aliran permukaan, dapat memperbaiki sifat tanah dari pengembalian bahan organik tanaman, serta meningkatkan nilai tambah bagi petani dari hasil sampingan tanaman konservasi tersebut.
2.         Metode Mekanik
Cara mekanik adalah cara pengelolaan lahan tegalan (tanah darat) dengan menggunakan sarana fisik seperti tanah dan batu sebagai sarana konservasi tanahnya. Tujuannya untuk memperlambat aliran air di permukaan, mengurangi erosi serta menampung dan mengalirkan aliran air permukaan (Seloliman, 1997).
Termasuk dalam metode mekanik untuk konservasi tanah dan air di antaranya pengolahan tanah. Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Tujuan pokok pengolahan tanah adalah menyiapkan tempat tumbuh bibit, menciptakan daerah perakaran yang baik, membenamkan sisa-sisa tanaman dan memberantas gulma (Arsyad, 1989).
Pengendalian erosi secara teknis-mekanis merupakan usaha-usaha pengawetan tanah untuk mengurangi banyaknya tanah yang hilang di daerah lahan pertanian dengan cara mekanis tertentu. Sehubungan dengan usaha-usaha perbaikan tanah secara mekanik yang ditempuh bertujuan untuk memperlambat aliran permukaan dan menampung serta melanjutkan penyaluran aliran permukaan dengan daya pengikisan tanah yang tidak merusak.
Pengolahan tanah menurut kontur adalah setiap jenis pengolahan tanah (pembajakan, pencangkulan, pemerataan) mengikuti garis kontur sehingga terbentuk alur-alur dan jalur tumpukan tanah yang searah kontur dan memotong lereng. Alur-alur tanah ini akan menghambat aliran air di permukaan dan mencegah erosi sehingga dapat menunjang konservasi di daerah kering. Keuntungan utama pengolahan tanah menurut kontur adalah terbentuknya penghambat aliran permukaan yang memungkinkan penyerapan air dan menghindari pengangkutan tanah. Oleh sebab itu, pada daerah beriklim kering pengolahan tanah menurut kontur juga sangat efektif untuk konservasi ini.
Pembuatan terras adalah untuk mengubah permukaan tanah miring menjadi bertingkat-tingkat untuk mengurangi kecepatan aliran permukaan dan menahan serta menampungnya agar lebih banyak air yang meresap ke dalam tanah melalui proses infiltrasi (Sarief, 1986). Menurut Arsyad (1989), pembuatan terras berfungsi untuk mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan dan memungkinkan penyerapan oleh tanah, dengan demikian erosi berkurang.
3.         Metode kimia
Kemantapan struktur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang menentukan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi. Yang dimaksud dengan cara kimia dalam usaha pencegahan erosi, yaitu dengan pemanfaatan soil conditioner atau bahan-bahan pemantap tanah dalam hal memperbaiki struktur tanah sehingga tanah akan tetap resisten terhadap erosi (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1985).
Bahan kimia sebagai soil conditioner mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap stabilitas agregat tanah. Pengaruhnya berjangka panjang karena senyawa tersebut tahan terhadap mikroba tanah. Permeabilitas tanah dipertinggi dan erosi berkurang. Bahan tersebut juga memperbaiki pertumbuhan tanaman semusim pada tanah liat yang berat (Arsyad, 1989).
2.2 Pengaruh Tutupan Lahan Terhadap Kondisi Tanah
Tutupan lahan adalah faktor tetap, tetapi karena tutupan lahan sangat mudah diintervensi oleh perlakuan manusia muka pada kenyataanya sering berubah ubah untuk kurun waktu yang lebih panjang. Faktor geologi secara umum memiliki pengaruh yang kuat terhadap fungsihidrologi suatu kawasan. Faktor lain yang berpengaruh adalah tutupan lahan. Untuk daerah dengan kelas permeabilitas tanah yang sama, tutupan lahan memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap kapasitas imbuhan tanah (Astuti dan Sintawardani, 2006).
Penyebab terjadinya banjir bandang selain curah hujan adalah kondisigeologi, morfologi, dan tutupan lahan. Banjr bandang umumnya terjadi hasil dari curah hujan berintensitas tinggi dengan durasi pendek yang menyebabkan air naik secara cepat (Baja, 2012).
Untuk kepentingan evaluasi lahan dalam perencanaan tata guna lahan, kuaitas lahan dibedakan dari karakteristik lahan. Kesesuaian lahan terhadap penggunaan tertentu berhubungan erat dengan kualitas lahan tempat dimana jenis penggunaan tersebut akan diusahakan. Untuk mengevaluasi potensi lahan terhadap jenis tertentu diperlukan karakteristik yang dapat diobservasi secara langsung dilapangan atau dianalisa dilaboratorium. Maka kualitas lahan dalam konteks evaluasi lahan dan perencanaan tata guna lahan didefenisikan sebagai suatu atibut kompleks yang dimiliki oleh suatu satuan lahan yang berperan secara khusus dalam hal pengaruhnya terhadap tingkat kesesuaian untuk jenis penggunaan tertentu (Ritchie et al., 2001).
Pada 1000 tahun yang lalu tutupan lahan telah berkurang menjadi 20 persen, perkiraan terbaru menyebutkan jumlah keseluruhan kawasaan woodland semi alamiah sekitar 2,5 persen dari seluruh lahan. Sebagian besar kawasan woodland semi alamiah yang sangat tua ini sangat penting bagi keanekaragaman hayati dan beberapa diantaranya unik karena relatif terisolasi dari daratan utama eropa dan pengaruh iklim lautan yang kuat dari atlantik utara. Komisi kehutanan memiliki komitmen yang kuat untuk meemperbesar luas tutupan hutan lebih banyak lagi dengan woodland yang ditanami dengan jenis tanaman yang berasal dari daerah itu (Campbell, 2003).
Program transigrasi dijalankan secara intensif selama tahun 1970 an program ini di tujukan untuk memindahkan penduduk dari wilayah yang padat seperti pulau jawa ke pulau lain. Program transmigrasi ini ternyata memberikan tiga pengaruh terhadap tutupan hutan di daerah yakni hutan dijadikan lahan pertanian, areal hutan dibuka oleh para transmigran terhadap lahan dan hutan yang dikelolah oleh masyarakat setempat (Rumanti, 2002).
2.3 Longsor
Menurut Suripin (2002) tanah longsor merupakan bentuk erosi dimana pengangkutan atau gerakan masa tanah terjadi pada suatu saat dalam volume yang relatif besar. Peristiwa tanah longsor dikenal sebagai gerakan massa tanah, batuan atau kombinasinya, sering terjadi pada lereng-lereng alam atau buatan dan sebenarnya merupakan fenomena alam yaitu alam mencari keseimbangan baru akibat adanya gangguan atau faktor yang mempengaruhinya dan menyebabkan terjadinya pengurangan kuat geser serta peningkatan tegangan geser tanah. Kamus Wikipidea menambahkan bahwa tanah longsor merupakan suatu peristiwa geologi dimana terjadi pergerakan tanah seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah.
Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2005) menyatakan bahwa tanah longsor boleh disebut juga dengan gerakan tanah. Didefinisikan sebagai massa tanah atau material campuran lempung, kerikil, pasir, dan kerakal serta bongkah dan lumpur, yang bergerak sepanjang lereng atau keluar lereng karena faktor gravitasi bumi.
Sutikno, dkk. (2002) mengatakan bahwa tanah longsor adalah proses perpindahan massa tanah atau batuan dengan arah miring dari kedudukan semula akibat adanya gaya gravitasi (terpisah dari massa aslinya yang relatif mantap).
Berdasarkan teori gerakan tanah (Scehmton dan Hitchison, 1969, Chowdhury, 1978, Varnes, 1978 dalam Karnawati, 2001) didefinisikan bahwa gerakan tanah adalah merupakan suatu gerakan menuruni lereng oleh massa tanah dan atau batuan penyusun lereng ke arah kaki lereng, akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Apabila massa yang bergerak ini didominasi oleh massa tanah dan gerakannya melalui suatu bidang pada lereng, baik berupa bidang miring ataupun lengkung, maka proses pergerakan tersebut disebut sebagai longsoran tanah.
Menurut Sitorus (2006), longsor (landslide) merupakan suatu bentuk erosi yang pengangkutan atau pemindahan tanahnya terjadi pada suatu saat yang relatif pendek dalam volume (jumlah) yang sangat besar. Berbeda halnya dengan bentuk-bentuk erosi lainnya (erosi lembar, erosi alur, erosi parit) pada longsor pengangkutan tanah terjadi sekaligus dalam periode yang sangat pendek.
Gerakan tanah (tanah longsor) adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan ke tempat yang lebih rendah. Gaya yang menahan massa tanah di sepanjang lereng tersebut dipengaruhi oleh sifat fisik tanah dan sudut dalam tahanan geser tanah yang bekerja di sepanjang lereng. Perubahan gaya-gaya tersebut ditimbulkan oleh pengaruh perubahan alam maupun tindakan manusia. Perubahan kondisi alam dapat diakibatkan oleh gempa bumi, erosi, kelembaban lereng akibat penyerapan air hujan, dan perubahan aliran permukaan. Pengaruh manusia terhadap perubahan gaya-gaya antara lain adalah penambahan beban pada lereng dan tepi lereng, penggalian tanah di tepi lereng, dan penajaman sudut lereng. Tekanan jumlah penduduk yang banyak mengalihfungsikan tanah-tanah berlereng menjadi pemukiman atau lahan budidaya sangat berpengaruh terhadap peningkatan resiko longsor.
Tanah longsor merupakan contoh dari proses geologi yang disebut dengan mass wasting yang juga sering disebut gerakkan masa ( mass movement ), merupakan perpindahan masa batuan, regolith, dan tanah dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah karena gaya gravitasi. Setelah batuan lapuk, gaya gravitasi a kan menarik material hasil pelapukan ke tempat yang lebih rendah.
Meskipun gravitasi merupakan faktor utama terjadinya gerakkan masa, ada beberapa faktor lain yang jugs berpengaruh terhadap terjadinya proses tersebut antara lain kemiringan lereng dan air. Apabila pori – pori sedimen terisi oleh air, gaya kohesi antar mineral akan sewmakin lemah, sehingga memungkinkan partikel – partikel terebut dengan mudah untuk bergeser. Selain itu air juga akan menambah berat beban masa material, sehingga memungkinkan cukup untuk menyebabakan material untuk meluncur ke bawah.
Darsoatmodjo dan Soedrajat (2002), menyebutkan bahwa terdapat beberapa ciri/karakteristik daerah rawan akan gerakan tanah, yaitu :
1.    Adanya gunung api yang menghasilkan endapan batu vulkanik yang umumnya belum padu dan dengan proses fisik dan kimiawi maka batuan akan melapuk, berupa lempung pasiran atau pasir lempungan yang bersifat sarang, gembur, dan mudah meresapkan air.
2.    Adanya bidang luncur (diskontinuitas) antara batuan dasar dengan tanah pelapukan, bidang luncuran tersebut merupakan bidang lemah yang licin dapat berupa batuan lempung yang kedap air atau batuan breksi yang kompak dan bidang luncuran tersebut miring kea rah lereng yang terjal.
3.    Pada daerah pegunungan dan perbukitan terdapat lereng yang terjal, pada daerah jalur patahan/sesar juga dapat membuat lereng menjadi terjal dan dengan adanya pengaruh struktur geologi dapat menimbulkan zona retakan sehingga dapat memperlemah kekuatan batuan setempat.
4.    Pada daerah aliran sungai tua yang bermeander dapat mengakibatkan lereng menjadi terjal akibat pengikisan air sungai ke arah lateral, bila daerah tersebut disusun oleh batuan yang kurang kuat dan tanah pelapukan yang bersifat lembek dan tebal maka mudah untuk longsor.
5.    Faktor air juga berpengaruh terhadap terjadinya tanah longsor, yaitu bila di lereng bagian atas terdapat adanya saluran air tanpa bertembok, persawahan, kolam ikan (genangan air), bila saluran tersebut jebol atau bila turun hujan air permukaan tersebut meresap ke dalam tanah akan mengakibatkan kandungan air dalam massa tanah akan lewat jenuh, berat massa tanah bertambah dan tahanan geser tanah menurun serta daya ikat tanah menurun sehingga gaya pendorong pada lereng bertambah yang dapat mengakibatkan lereng tersebut goyah dan bergerak menjadi longsor.
2.4 Erosi
Erosi adalah peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan partikel lainnya) akibat transportasi angin, air atau es, karakteristik hujan, creep pada tanah dan material lain di bawah pengaruh gravitasi, atau oleh makhluk hidup semisal hewan yang membuat liang, dalam hal ini disebut bio-erosi. Erosi tidak sama dengan pelapukan akibat cuaca, yang mana merupakan proses penghancuran mineral batuan dengan proses kimiawi maupun fisik, atau gabungan keduanya.
Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas, yang akan menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan). Akibat lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air (infiltrasi). Penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke dalam lapisan tanah akan meningkatkan limpasan air permukaan yang akan mengakibatkan banjir di sungai. Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh aliran permukaan pada akhirnya akan mengendap di sungai (sedimentasi) yang selanjutnya akibat tingginya sedimentasi akan mengakibatkan pendangkalan sungai sehingga akan memengaruhi kelancaran jalur pelayaran.
Erosi dalam jumlah tertentu sebenarnya merupakan kejadian yang alami, dan baik untuk ekosistem. Misalnya, kerikil secara berkala turun ke elevasi yang lebih rendah melalui angkutan air. erosi yang berlebih, tentunya dapat menyebabkan masalah, semisal dalam hal sedimentasi, kerusakan ekosistem dan kehilangan air secara serentak.
Banyaknya erosi tergantung berbagai faktor. Faktor Iklim, termasuk besarnya dan intensitas hujan / presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu pula musim, kecepatan angin, frekuensi badai. faktor geologi termasuk tipe sedimen, tipe batuan, porositas dan permeabilitasnya, kemiringn lahan. Faktor biologis termasuk tutupan vegetasi lahan,makhluk yang tinggal di lahan tersebut dan tata guna lahan oleh manusia.
Umumnya, dengan ekosistem dan vegetasi yang sama, area dengan curah hujan tinggi, frekuensi hujan tinggi, lebih sering kena angin atau badai tentunya lebih terkena erosi. sedimen yang tinggi kandungan pasir atau silt, terletak pada area dengan kemiringan yang curam, lebih mudah tererosi, begitu pula area dengan batuan lapuk atau batuan pecah. porositas dan permeabilitas sedimen atau batuan berdampak pada kecepatan erosi, berkaitan dengan mudah tidaknya air meresap ke dalam tanah. Jika air bergerak di bawah tanah, limpasan permukaan yang terbentuk lebih sedikit, sehingga mengurangi erosi permukaan. Sedimen yang mengandung banyak lempung cenderung lebih mudah bererosi daripada pasir atau silt. Dampak sodium dalam atmosfer terhadap erodibilitas lempung juga sebaiknya diperhatikan. Erosi tanah terjadi secara bertingkat dimulai dari erosi yang paling ringan hingga erosi yang paling berat. Adapun tingkatan erosi adalah sebagai berikut:
1.      Pelarutan
Tanah kapur mudah dilarutkan air sehingga di daerah kapur sering ditemukan sungai-sungai di bawah tanah.
2.      Erosi percikan (splash erosion)
Curah hujan yang jatuh langsung ke tanah dapat melemparkan butir-butir tanah sampai setinggi 1 meter ke udara. Di daerah yang berlereng, tanah yang terlempar tersebut umumnya jatuh ke lereng di bawahnya.
3.      Erosi lembar (sheet erosion)
Pemindahan tanah terjadi lembar demi lembar (lapis demi lapis) mulai dari lapisan yang paling atas. Erosi ini sepintas lalu tidak terlihat, karena kehilangan lapisan-lapisan tanah seragam, tetapi dapat berbahaya karena pada suatu saat seluruh top soil akan habis.
4.      Erosi alur (rill erosion)
Dimulai dengan genangan-genangan kecil setempat-setempat di suatu lereng, maka bila air dalam genangan itu mengalir, terbentuklah alur-alur bekas aliran air tersebut. Alur-alur itu mudah dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa.
5.      Erosi gully (gully erosion)
Erosi ini merupakan lanjutan dari erosi alur tersebut di atas. Karena alur yang terus menerus digerus oleh aliran air terutama di daerah-daerah yang banyak hujan, maka alur-alur tersebut menjadi dalam dan lebar dengan aliran air yang lebih kuat. Alur-alur tersebut tidak dapat hilang dengan pengolahan tanah biasa.
6.      Erosi parit (channel erosion)
Parit-parit yang besar sering masih terus mengalir lama setelah hujan berhenti. Aliran air dalam parit ini dapat mengikis dasar parit atau dinding-dinding tebing parit di bawah permukaan air, sehingga tebing diatasnya dapat runtuh ke dasar parit. Adanya gejala meander dari alirannya dapat meningkatkan pengikisan tebing di tempat-tempat tertentu.
7.      Streambank Erosion
Streambank erosion pada umumnya terjadi pada sungai yang berbelokan tergantung pada derasnya arus sungai. Sungai yang mempunyai belokan yang banyak, menyebabkan arus sungai terhadap erosi tebing akan terjadi dengan dua kemungkinan, yaitu:
a.       Terjadinya suatu belokan disebabkan oleh tanah disekitar belokan tersebut resistensinya kurang kuat, sehingga arus yang melaju yang biasanya pada tiap belokan ada dipinggir akan makin mengikis tanah pada sisi yang daya tahanya kurang kuat itu, sehingga menjadikan makin membelok sungai tersebut.
b.      Makin berliku-likunya belokan tersebut, arus sungai pada mulut belokan terpaksa mencari arah lain yaitu dengan mengikis sisi yang lain pada belokan, pengikisan akan  berlangsung terus sehingga resistensi tanah kurang kuat maka akan tercipta arus sungai yang baru ( Kartasapoetra, 1985).
Streambank Erosion adalah proses pengikisan tanah pada tebing-tebing  sungai dan penggerusan dasar-dasar sungai oleh air aliran sungai. Streambank Erosion ini disebabkan oleh krakteristik tebing sungai sebagai berikut: 1) sungai yang sebagian besar disebabkan oleh adanya gerusan aliran  sungai, 2) tebing sungai dengan krakteristik tanah terdiri dari bahan berpasir dengan kelembaban tinggi., 3) sungai yang memiliki krakteristik tanah yang solid mempunyai resistensi tinggi terhadap pengelupasan partikel tanah ( Asdak, 1995)
Streambank Erosion adalah pengikisan tanah pada tebing sungai dan penggerusan dasar sungai oleh aliran sungai. Dua proses berlangsungnya erosi tebing sungai adalah oleh  adanya gerusan  air sungai dan adanya longsoran tanah pada tebing sungai. Streambank Erosion oleh gerusan aliran sungai terjadi setelah debit aliran besar berakhir atau surut, sedangkan Streambank Erosion oleh adanya longsoran tanah ditentukan oleh keadaan kelembaban tanah ditebing sungai menjelang terjadinya erosi ( Arsyad, 1989).
8.      Longsor
Tanah longsor terjadi karena gaya gravitasi. Biasanya karena tanah di bagian bawah tanah terdapat lapisan yang licin dan kedap air (sukar ketembus air) seperti batuan liat. Dalam musim hujan tanah diatasnya menjadi jenuh air sehingga berat, dan bergeser ke bawah melalui lapisan yang licin tersebut sebagai tanah longsor.
2.5 Tanah
Pada suatu  profil tanah yang lengkap, dapat kita lihat beberapa lapisan yang membentuk  tanah.  Dan  lapisan–lapisan  tersebut pada  beberapa macam tanah dikenal  sebagai  horison  genesa  tanah   (lapisan  yang  terbentuk  di tempat itu sehubungan  dengan  berlangsungnya  proses  perombakan  bahan  induk  tanah). Adanya lapisan–lapisan di dalam tanah ini  karena  berlangsungnya  perombakan atau tingkat  perkembangan yang merupakan hasil perombakan yang tidak sama. Lain   halnya  dengan  tanah  yang  tergolong  Entisol,   disini   lapisan–lapisan merupakan hasil penimbunan bahan yang berasal dari tempat lain. Lapisan- lapisan yang terbentuk sebagaimana kita lihat pada profil tanah dapat dikatakan tidak selamanya tegas dan nyata sehingga kerap kali batas-batasnya agak kabur dan kejadian demikian akan meyulitkan peneliti  (Foth, 1991).
Profil tanah adalah penampang melintang (vertikal) tanah yang terdiri dari lapisan tanah (solum) dan lapisan bahan induk. Solum tanah adalah bagian dari profil tanah yang terbentuk  akibat proses pembentukan tanah (horison A dan B) (Hardjowigeno, 1993). Proses  pembentukan  tanah  akan menghasilkan  benda  alami  yang  disebut tanah. Penampang  vertikal tanah  tersebut  menunjukkan  susunan  horison  yang  disebut profil tanah.  Sedangkan  horison-horison di atas bahan induk seluruhnya disebut  solum.  Tiap  tanah  berkembang  dengan  baik  dan  masih  keadaan  asli mempunyai sifat-sifat profil yang khas. Sifat-sifat ini digunakan dalam klasifikasi dan penjajagan (survey) tanah dan sangat besar manfaatnya. Untuk menentukan pendapat tentang tanah, sifat-sifat profil perlu diperhatikan sebagai pertimbangan (Buckman, 1982).
Solum  menggambarkan   suatu  kedalaman  dibawah  permukaan  walaupun tidak  begitu  pasti. Tanah  didaerah  sedang memiliki kedalaman beberapa meter, dalam hal ini yang perlu diperhatikan  adalah  perubahan  dibawah  sub  soil yang  berangsur–angsur  bercampur  dengan  bagian  regolit  yang  kurang  mengalami suatu pelapukan. Bagian regolit dinamakan bahan induk untuk bisa membedakan dengan  lapisan yang  ada  diatasnya. Bahan induk ini mengalami pelapukan  dan bagian yang atas akan menjadi sub soil, sedangkan bagian bawah tergolong bagian yang disebut solum (Buckman, 1982).
Lapisan atas profil tanah biasanya cukup banyak mengandung bahan organik dan biasanya berwarna gelap karena penimbunan (akumulasi   bahan  organik tersebut. Lapisan dengan ciri-ciri demikian sudah umum dianggap sebagai daerah (zone) utama  penimbunan bahan organik yang  disebut  tanah  atas  atau  tanah olah.  Sub  soil  adalah  tanah  dibagian  bawahnya,   yang  mengalami  cukup pelapukan, mengandung sedikit bahan organik. Lapisan organik yang berlainan itu terutama dalam tanah yang sudah mengalami pelapukan mendalam di daerah lembab  (Buckman, 1982).
Tanah itu biasanya ada beberapa lapisan, akan tetapi dalam garis besar lapisan tanah itu dibagi menjadi empat yaitu :
1.       Lapisan tanah atas
Lapisan  ini tebalnya 10 – 30 cm, warnanya coklat sampai kehitam-hitaman, lebih gembur yang biasanya disebut tanah pertanian. Lapisan ini merupakan tempat pertumbuhan tanaman yang utama. Di sini hidup dan berkembangbiak semua jasad hidup tanah dan merupakan lapisan tanah yang tersubur.
2.       Lapisan bahan induk tanah
Lapisan ini mencolok warnanya, yaitu kemerah-merahan atau kelabu keputih-putihan. Lapisan ini disebut lapisan bahan induk tanah karena merupakan asal  atau induk dari lapisan tanah bawah. Lapisan ini dapat pecah dan dirubah dengan   mudah tetapi sukar ditembus akar.
3.       Lapisan Mineral
Pada lapisan ini terkandung berbagai bahan mineral.
4.       Lapisan batuan induk
`Lapisan ini masih merupakan batuan pejal, belum mengalami proses pemecahan. Inilah merupakan bahan induk tanah yang mengalami perubahan beberapa proses dalam waktu yang cukup lama. Batuan ini jauh lebih dalam maka jarang kelihatan pada permukaan tanah. Tidak semua susunan tanah itu seperti apa yang telah diuraikan diatas  (Yutono, 1983).
Tanah itu pada berbagai tempat tebalnya tidak sama, tergantung dari letak tanah itu sendiri. Tanah yang baik untuk pertanian adalah tanah yang terletak didaerah lembah, sedang dilereng-lereng akan tampak lapisan bahan induk tanah atau lapisan batuan induk.

Terjadinya tanah dari batuan induk menjadi bahan induk tanah yang berangsur-angsur menjadi lapisan bawah yang akhirnya membentuk lapisan  tanah atas dimana memerlukan waktu yang lama bahkan berabad-abad. Adapun yang. menyebabkan batuan induk itu menjadi lapisan tanah yang baik karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu : air, udara, tumbuh-tumbuhan, jasad hidup lain yang ada ditanah dan iklim  (Sugiman, 1982 ).
Profil tanah yang akan diamati, ciri-cirinya harus memenuhi syarat-syarat:  tegak (vertikal), baru artinya belum terpengaruh keadan luar, dan juga tidak memantulkan cahaya (profil tanah pada waktu pengamatan tidak langsung  terkena sinar matahari). Pengamatan dimulai dengan pengukuran dalamnya dari batas-batas horison dapat diketahui. Masing-masing horison dibedakan dari horison yang di atas atau di bawahnyaoleh ciri-ciri yang spesifik dan genetis. Meskipun di dalam menguraikan suatu profil tanah tidak mutlak, perlu memberi nama masing-masing horison. Pada garis besarnya horison-horison dapat dibedakan atas horison organic O dan horison mineral  A,  B,  C  dan  R (Darmawijaya, 1990).
Dilihat dari dekat susunan tanah itu terdiri dari beberapa lapisan yang kira-kira paralel dengan permukaan tanah dan disebut horizon-horizon, yaitu horizon A, B, C. Lapisan yang paling atas biasanya berwarna lebih gelap atau kehitaman, lebih subur, gembur, merupakan tempet pengolahan tanah dan disebut lapisan tanah atas (top soil) atau lapisan olah. Tebal lapisan ini 0-25 cm. Lapisan tanah yang langsung dibawahnya dan langsung di atas lapisan bahan induk (horizon C) disebut lapisan tanah bawah (sub soil). Lapisan ini lebih tebal dari lapisan tanah atas dan biasanya dibagi lagi ke dalam beberapa lapisan. Warnanya lebih muda dan lebih terang, lebih padat, sedang kandungan bahan organiknya lebih sedikit (Buckman dan Brady, 1982).
Setiap vertikal tanah berdiferensiasi membentuk horizon - horizon (lapisan - lapisan) yang berbeda - beda baik dalam morfologis seperti ketebalan dan warnanya, maupun karakteristik fisik, kimiawi, dan biologis masing - masingnya sebagai konsekuensi bekerjanya faktor - faktor lingkungan terhadap : (1) bahan induk asalnya maupun (2) bahan - bahan eksternal, berupa bahan - bahan organik sisa biota yang hidup diatasnya dan mineral non bahan induk (Hanafiah, 2005).
Uraian profil tanah dimulai dengan menentukan letak batas horison, mengukur tebalnya dan mengamati profil tanah secara keseluruhan. Pada dasarnya horison tanah mempunyai cirri-ciri yang juga dihasilkan oleh proses pedogenesis tanah (Fitzpatrick, 1980). Tanah terdiri dari lapisan berbeda horisontal, pada lapisan yang disebut horizon. Mulai dari bahan yang kaya organik lapisan atas (humus dan tanah) sampai ke lapisan yang rocky (lapisan tanah sebelah bawah, dan regolith bedrock).
a.    Horizon O - Bagian atas, lapisan tanah organik, yang terdiri dari humus daun dan alas (decomposed masalah organik).
b.    Horizon A - Juga disebut lapisan tanah, yang ditemui di bawah cakrawala O dan E di atas cakrawala. Bibit akar tanaman tumbuh dan berkembang dalam lapisan warna gelap. Itu terdiri dari humus (decomposed masalah organik) dicampur dengan partikel mineral.
c.    Horizon E- Ini eluviation (leaching) adalah lapisan warna terang dalam hal ini adalah lapisan bawah dan di atas A Horizon B Horizon. Hal ini terdiri dari pasir dan lumpur, setelah kehilangan sebagian besar dari tanah liat dan mineral sebagai bertitisan melalui air tanah (dalam proses eluviation).
d.   Horizon B- Juga disebut lapisan tanah sebelah bawah ini adalah lapisan bawah dan di atas E Horizon C Horizon. Mengandung tanah liat dan mineral deposit (seperti besi, aluminium oxides, dan calcium carbonate) yang diterima dari lapisan di atasnya ketika mineralisasi bertitisan air dari tanah di atas.
e.    Horizon C - Juga disebut regolith: di lapisan bawah dan di atas Horizon B R Horizon. Terdiri dari sedikit rusak bedrock-up. Tanaman akar tidak menembus ke dalam lapisan ini, sangat sedikit bahan organik yang ditemukan di lapisan ini.
f.     Horizon R- The unweathered batuan (bedrock) yang lapisan bawah semua lapisan lainnya. (Anonimous, 2008c).
BAB III
METODELOGI PKL
3.1 Waktu Dan Lokasi
Praktek kuliah lapangan dilaksanakan selama 3 hari yaitu dari tanggal 6 Februari sampai dengan 9 Februari 2017 dari pukul 07.30 – 16.00 WIB. Lokasi dilaksanakannya Praktek kuliah lapangan yaitu Daerah aliran sungai bompon desa margoyoso dusun kalisari kabupaten magelang.
           
                    Gambar 3.1 Peta Morfologi Das Bompon
3.2 Metode Penelitian
Dalam Praktek kuliah lapangan yang dilaksanakan di Das bompon, metode yang digunakan yaitu metode observasi yang mana adalah kegiatan pengamatan (secara inderawi) yang direncanakan, sistematis, dan hasilnya dicatat serta dimaknai (diinterpretasikan) dalam rangka memperoleh pemahaman tentang subjek yang diamati.
3.3  Alat Dan Bahan
1.      Alat tulis
2.      Kompas
3.      GPS
4.      Abney level
5.      Patok
6.      Bor Tanah
7.      Peta Udara DAS bompon
8.      Plastik Sampel
9.      Roll Meter
10.   Meteran
11.   Ring Sampel
12.   Soil Tester
13.   Munsell
14.   pH Indikator
15.  Cetok
3.4 Prosedur Kerja
3.4.1 Pengukuran Erosi
1.Menentukan lokasi pengamatan
2.Menentukan waktu pengamatan
3.Mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan lokasi pengamatan
4.Mengamati erosi yang terjadi pada lokasi dan mengambil
dokumentasinya
5.Melakukan analisis hasil observasi
6.Membuat hasil dan pembahasan hasil observasi pada lembar pengamatan
3.4.2        Menganalisis Longsor
1.    Menentukan lokasi pengamatan
2.    Menentukan waktu pengamatan
3.    Mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan lokasi pengamatan
4.    Mengamati longsoran yang terjadi pada lokasi dan mengambil dokumentasinya
5.    Melakukan analisis hasil observasi
6.    Membuat hasil dan pembahasan hasil observasi pada lembar pengamatan
3.4.3 Profil Tanah
1.    Menentukan lokasi pengamatan profil dan horizon tanah yang diinginkan.
2.    Mencatat koordinat lokasi pengamatan profil dan horizon .
3.    Memulai pengamatan profil tanah pada lokasi yang dipilih
4.    Melakukan perataan pada dinding profil dengan menyayat bagian luar dinding menggunakan skop/kuda-kuda, parang atau sangkur. (untuk memperoleh  gambaran nyata profil).
5.    Mengamati keadaan profil tanah kemudian mengukur ketebalan profil tanah dengan menggunakan roll meter .
6.    Mengamati masing-masing horizon yang ada dan mengklasifikasikan masing-masing horizon tersebut.
7.    Mengukur batas-batas dari masing-masing horizon dengan menggunakan roll meter.
8.    Mencatat kedalam daftar isisan profil dan horizon tanah sesuai hasil pengklasifikasian masing-masing horizon yang telah diamati
9.    Mencatat kedalam daftar isian profil sesuai hasil pengamatan.






















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1  Hasil
4.1.1        Erosi

NO

Jenis Erosi

Gambar

Karakteristik






1






Erosi Percik




Proses pengikisan yang terjadi oleh percikan air. Percikan tersebut berupa partikel tanah dalam jumlah yang kecil dan diendapkan di tempat lain.





2




Erosi Alur



IMG_20180207_142417.jpg




Terjadi karena air yang mengalir berkumpul dalam suatu cekungan, sehingga di cekungan tersebut terjadi erosi tanah yang lebih besar. Alur-alur akibat erosi dapat dihilangkan dengan cara pengolahan tanah biasa.






3





Erosi Parit


IMG_20180207_134541.jpg

Proses terjadinya erosi parit sama halnya dengan erosi alur, tetapi saluran-saluran yang terbentuk telah dalam, sehingga tidak dapat dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa.











4











Longsor





Morfologi lereng atas merupakan area yang tidak stabil dengan sudut lereng besar dan tempat inisiasi terjadinya longsor. Banyak ditemukan erosi parit pada morfologi lereng atas dan lereng tengah. Erosi parit merupakan erosi yang dapat menyebabkan terjadinya longsor.

Gambar 4.1.1 Plot Lokasi Pengkuran Erosi Menggunakan Aplikasi Avenza Map
4.1.2        Rounded Rectangle: Mahkota
Segmen 1
Tubuh Longsor
Segmen 2
Kaki Longsor
Segmen 3
Jari Kaki

Longsor
                Gambar 4.1.2 Bagian Bagian Longsor
Keterangan :
Segmen 1 :
Mahkota : 26 m
Gawir : 14,5 m
Rekahan : 9 m
Kedalaman Rekahan : 10 cm
Kedalaman Longsor : 4.40 m
Hadap Lereng : 60 Dari arah utara
 Kemiringan : 27o
Segmen 2 :
Badan Kaki : 23,7 m
Kemiringan : 19o
Hadap Lereng : 53 Dari arah utara
Segmen 3 :
Kaki – Jari Kaki : 22 m
Hadap Lereng : 210
Kemiringan : 59 Dari arah utara
Gambar 4.1.2 Sketsa Bagian-Bagian Longsor
4.1.3        Tanah
Gambar 4.1.3 Hasil Pengamatan Profil Tanah
Gambar 4.1.3 Hasil Pengamatan Bor Tanah
4.2    Pembahasan
4.2.1   Erosi
Kerawanan erosi bervariasi pada setiap perbedaan morfologi. Secara umum kerawanan erosi tinggi berada pada morfologi lereng atas, namun kerawanan erosi sedang terdapat di beberapa morfologi lereng atas dengan tanaman jahe-jahean yang mendominasi serta seresah dari tanaman musiman. Kerawanan erosi paling rendah berada di morfologi puncak bukit dan dataran karena aliran permukaan yang lambat. Kerawanan longsor yang paling tinggi terdapat pada morfologi lereng atas dan lereng tengah. Banyaknya erosi tergantung berbagai faktor. Faktor Iklim, termasuk besarnya dan intensitas hujan / presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu pula musim, kecepatan angin, frekuensi badai. faktor geologi termasuk tipe sedimen, tipe batuan, porositas dan permeabilitasnya, kemiringn lahan. Faktor biologis termasuk tutupan vegetasi lahan,makhluk yang tinggal di lahan tersebut dan tata guna lahan ooleh manusia.
Faktor yang paling sering berubah-ubah adalah jumlah dan tipe tutupan lahan. pada hutan yang tak terjamah, mineral tanah dilindungi oleh lapisan humus dan lapisan organik. kedua lapisan ini melindungi tanah dengan meredam dampak tetesan hujan. lapisan-lapisan beserta serasah di dasar hutan bersifat porus dan mudah menyerap air hujan. Biasanya, hanya hujan-hujan yang lebat (kadang disertai angin ribut) saja yang akan mengakibatkan limpasan di permukaan tanah dalam hutan. Bila Pepohonan dihilangkan akibat kebakaran atau penebangan, derajat peresapan air menjadi tinggi dan erosi menjadi rendah. kebakaran yang parah dapat menyebabkan peningkatan erosi secara menonjol jika diikuti dengan hujan lebat. dalam hal kegiatan konstruksi atau pembangunan jalan, ketika lapisan sampah / humus dihilangkan atau dipadatkan, derajad kerentanan tanah terhadap erosi meningkat tinggi. Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas, yang akan menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan). Akibat lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air (infiltrasi). Penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke dalam lapisan tanah akan meningkatkan limpasan air permukaan yang akan mengakibatkan banjir di sungai. Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh aliran permukaan pada akhirnya akan mengendap di sungai (sedimentasi) yang selanjutnya akibat tingginya sedimentasi akan mengakibatkan pendangkalan sungai sehingga akan memengaruhi kelancaran jalur pelayaran.
Erosi dalam jumlah tertentu sebenarnya merupakan kejadian yang alami, dan baik untuk ekosistem. Misalnya, kerikil secara berkala turun ke elevasi yang lebih rendah melalui angkutan air. erosi yang berlebih, tentunya dapat menyebabkan masalah, semisal dalam hal sedimentasi, kerusakan ekosistem dan kehilangan air secara serentak.
Banyaknya erosi tergantung berbagai faktor. Faktor Iklim, termasuk besarnya dan intensitas hujan / presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu pula musim, kecepatan angin, frekuensi badai. faktor geologi termasuk tipe sedimen, tipe batuan, porositas dan permeabilitasnya, kemiringn lahan. Faktor biologis termasuk tutupan vegetasi lahan,makhluk yang tinggal di lahan tersebut dan tata guna lahan oleh manusia.
Umumnya, dengan ekosistem dan vegetasi yang sama, area dengan curah hujan tinggi, frekuensi hujan tinggi, lebih sering kena angin atau badai tentunya lebih terkena erosi. sedimen yang tinggi kandungan pasir atau silt, terletak pada area dengan kemiringan yang curam, lebih mudah tererosi, begitu pula area dengan batuan lapuk atau batuan pecah. porositas dan permeabilitas sedimen atau batuan berdampak pada kecepatan erosi, berkaitan dengan mudah tidaknya air meresap ke dalam tanah. Jika air bergerak di bawah tanah, limpasan permukaan yang terbentuk lebih sedikit, sehingga mengurangi erosi permukaan. Sedimen yang mengandung banyak lempung cenderung lebih mudah bererosi daripada pasir atau silt. Dampak sodium dalam atmosfer terhadap erodibilitas lempung juga sebaiknya diperhatikan
4.2.2   Longsor
Morfologi lereng atas merupakan area yang tidak stabil dengan sudut lereng besar dan tempat inisiasi terjadinya longsor. Banyak ditemukan erosi parit pada morfologi lereng atas dan lereng tengah. Erosi parit merupakan erosi yang dapat menyebabkan terjadinya longsor. Konservasi yang paling tepat diterapkan pada tingkat kerawanan erosi tinggi dan kerawanan longsor tinggi adalah dengan memperbanyak tanaman permukaan seperti jahe-jahean dan juga membuat teras dengan saluran yang diberi bebatuan agar aliran permukaan dan infiltrasi dapat terkendali. ondisi geomorfologi, litologi dan perlapisan tanah di Sub DAS Bompon memiliki pengaruh yang besar terhadap dinamika proses geomorfologi yang terjadi. Proses geomorfologi yang terjadi secara intensif tidak jarang menjadi bencana dan menimbulkan kerugian bagi masyarakat yang tinggal di Sub DAS Bompon. Salah satu bencana yang sering terjadi di Sub DAS Bompon adalah longsor. Karakteristik geomorfologi, litologi dan tanah menunjukkan adanya variasi di daerah hulu, tengah dan hilir Sub DAS Bompon. Kondisi geomorfologi, litologi dan perlapisan tanah penting untuk dikaji karena dapat digunakan untuk menjelaskan dinamika proses dan karakteristik bencana longsor di zona hulu, tengah dan hilir Sub DAS Bompon.
4.2.3   Tanah
Karakteristik morfologi di Sub DAS Bompon dapat dibagi ke dalam enam kelas morfologi, yaitu morfologi puncak bukit, lereng atas perbukitan, lereng bawah perbukitan, lereng kaki perbukitan, dataran kaki perbukitan (koluvial) dan dataran aluvial.
Secara geologis, pembentukan batuan di Sub DAS Bompon terbagi menjadi dua, yaitu pembentukan pada kala tersier di bagian selatan-timur dan pembentukan kala kuarter di bagian utara-barat. Wilayah tersier dipengaruhi oleh Perbukitan Manoreh, didominasi oleh batuan berupa breksi andesit teralterasi yang ditumpangi oleh material dari Gunung api Sumbing. Wilayah kuarter lebih didominasi oleh material dari Gunungapi Sumbing Tua dan Sumbing Muda berupa tuff pasiran. Perbedaan material dasar dan material penutup permukaan menyebabkan terbentuknya karakteristik tanah yang berbeda pula.
Wilayah tersier, tanah terbentuk dari material penutup permukaan yang berupa abu vulkanis. Adanya proses alterasi menyebabkan pada wilayah ini terbentuk lapisan tanah sangat tebal dengan ketebalan mencapai lima meter. Selain itu, proses alterasi mengakibatkan terbentuknya lapisan tanah dengan tekstur lempungan. Lapisan tanah yang tebal dan kandungan lempung yang tinggi menyebabkan di wilayah tersier banyak terjadi longsor besar. Di wilayah kuarter, tanah dihasilkan dari proses pelapukan material dasar dengan tekstur geluhan. Material yang berasal dari gunungapi menghasilkan tanah dengan kandungan mineral yang tinggi. Wilayah kuarter merupakan wilayah yang lebih subur, karena mampu mengikat air dalam jumlah besar. Mineral dalam tanah saling berikatan dengan kuat, sehingga tanah tidak mudah mengalami pergerakan dan longsor.



BAB V
PENUTUP
5.1  Kesimpulan
1.      Secara umum kerawanan erosi tinggi berada pada morfologi lereng atas, namun kerawanan erosi sedang terdapat di beberapa morfologi lereng atas dengan tanaman jahe-jahean yang mendominasi serta seresah dari tanaman musiman. Kerawanan erosi paling rendah berada di morfologi puncak bukit dan dataran karena aliran permukaan yang lambat.
2.      Erosi parit merupakan erosi yang dapat menyebabkan terjadinya longsor. Konservasi yang paling tepat diterapkan pada tingkat kerawanan erosi tinggi dan kerawanan longsor tinggi adalah dengan memperbanyak tanaman permukaan seperti jahe-jahean dan juga membuat teras dengan saluran yang diberi bebatuan agar aliran permukaan dan infiltrasi dapat terkendali.
3.      Lapisan tanah yang tebal dan kandungan lempung yang tinggi menyebabkan di wilayah tersier banyak terjadi longsor besar. Di wilayah kuarter, tanah dihasilkan dari proses pelapukan material dasar dengan tekstur geluhan. Material yang berasal dari gunungapi menghasilkan tanah dengan kandungan mineral yang tinggi.
5.2    Saran
Saran yang dapat diberikan pada pkl kali ini adalah jenis erosi dan tanah yang ada di DAS bompon masih belum dapat terindentifikasi semoga dapat terindentifikasi oleh para peneliti lain kedepannya.


DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C., 2002, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, UGM Press, Yogyakarta.

Arsyad, S., 2000, Konservasi Tanah dan Air, IPB Press, Bogor.

Carson, B., dan W.H., Utomo, 1986, Erosion and sediment processes in Java, Coorperation Ford Foundation with Department of Agriculture Republic of Indonesia.

Sanchez, H.P., 1976, Properties and management of soil in the tropics, John Wiley and Sons, New York.

Singh, R., Subramanian, K., and Refsgaard, J.C., 1999, Hydrological Modelling of Small Watershed Using MIKE SHE for Irrigation Planning. Elsevier, J. Agricultural Water Management, (41) :







Komentar

Postingan Populer